Jumat, 17 Mei 2013

Pemahaman, bukan keberpihakkan.


Hy, kali ini aku akan bercerita tentang sebuah perasaan. Perasaan yang selalu menghantuiku hampir setiap saat. Perasaan ini aku rasakan sebagai momok. Aku takut kawan, aku takut.
Aku heran kenapa perasaan ini selalu datang menghampiriku? Anda tahu jawabannya kawan? Tolong beritahukan padaku. Beritahukan padaku arti dari ini. Belalakanlah mataku yang enggan untuk terbuka. Selalu ingin membuta. Sebuah perasaan yang datang setiap kali dia datang. Rasa takut dan khawatir. Dia datang dan pergi sesuka hatinya. Dia selalu melakukan itu padaku, sering. Aku tidak tahu kenapa aku selalu bersedia ada untuk dia. Aku tidak tahu apakah aku hanya dijadikannya sebagai tempat berteduh, sementara. Aku tidak tahu apa yang ada dalam fikirannya. Tapi kawan, aku tahu sebuah hal. Aku tahu jika ada dia yang sangat bersedia mati untuknya. Aku tahu pengorbanan dan penantiannya. Aku tahu perasaannya itu. Aku tahu. Dia amat sangat menyayanginya. Lebih dari aku. Lebih dari yang aku miliki. Yaa, perasaan tidak egois kan kawan? Perasaan memiliki telepati. Perasaan bisa memilah. Dan otak? Otak harus digunakan secara jernih untuk bisa menafsirkan perasaan kita. Jadi…. Hey, ini bukan mengalah ataupun melepaskan. Ini hanya sebuah penghormatan kepada sebuah parasaan dan penantian. Bukan dalam arti kita meninggalkannya kan kawan, bukan kan? Emh, jadi sikap seperti apakah yang harus kita ambil? Ya kita harus bersikap sama. Sama seperti kala kita belum mengetahui tentang perasaan dan penantian itu.  Buatlah semua biasa saja. Buatlah semua menjadi tidak berubah, away. Not away. One step closer. Tetaplah dan berusahalah untuk selalu ada untuknya. Untuknya meskipun…. Berusahalah untuk menjadi jantung bagi dia. Dia yang kita sayangi. Jantung yang selalu berdetak, yang selalu memberikan kehidupan meakipun tak terlihat. Tidak kasat mata. Bukan keberpihakkan yang diinginkan. Hanya pengertian dan pemahaman, itu sudahlah cukup. Pemahaman itu lebih berharga dari keberpihakkan.
Terimakasih karena telah menyimak.

Sabtu, 11 Mei 2013

Jullie Hermes Merkurius


Seandainya. Ketika. Nyata
Seandainya Holland Greece
Ketika Holland Greece
Nyata Holland Greece
Seandainya.. Ketika itu menjadi Nyata, Holland Greece
Hehhh.. Aku hanya bisa menghembus nafas
Hembus nafas kedengkian
Hembus nafas kebencian
Berasap..
Meradang..

Tuhan, inikah kehendak-Mu….?
Menelusuri labirin ini
Labirin yang tak berujung
Aku berputar tak tentu dalam ketidakpastian
Hanya memutari lorong yang sama untuk beribu kali
Kosong. Terlambat
Aku tertinggal..
Terlambat memapas kebetulan..
Jullie Hermes Merkurius
Meradang..

Kamis, 09 Mei 2013

“Ssssssssssssss”


Dear Diary….
Kali ini aku ingin berbagi tentang kisahku
Kali ini, hanya padamu
Hanya padamu aku menyatakannya

Diary, Kali ini Dia kembali
Kembali dari persembunyian sengitnya
Kembali menampakkan hembusan uap nafasnya
Kali ini Dia kembali, Dia kembali….
Kembali bersama dengan binarnya sinar purnama di mega
Berteduh dibawah sinarnya, purnama
Terlihat samar rintik titik berjatuhan di bawah sinar itu
Rintik titik
Dia kembali
Kembali bersama kisahnya….


Dear Diary….
Aku, aku bungah
Aku girang, begitu girang
Mengetahui ternyata kematiannya itu palsu
Dia tidak mati Diary, tidak!
Dia kembali memperlihatkan uap nafasnya padaku
Berhembus….
“Ssssssssssssss”

Selasa, 07 Mei 2013

WHO?


Diam mu
Bungkam mu
Sejinjit tarikan bibir
Sebersit senyum sinis
Sepintas tajam sorot mata
Sesempurna perjaman mata
Night

Ketika Purnama merindukan Hujan


Ketika sebuah penantian
Ketika sebuah usaha
Ketika sebuah perjuangan
Perjuangan dan pencarian
Pengorbanan dan kerja keras
Demi pencapaian

Ketidakpastian….
Hanya “ketidakpastian” yang merespon akan semua hal itu
Apa yang akan Anda lakukan?
Menunggu….?
Menantinya….?
Sampai kapan….?

Ada batas waktu untuk menghirup udara
Semua hal memiliki keterbatasan
Terbatas….
Ketika sang Purnama merindukan Hujan
Ketika menginginkan mereka menyatu
Fatamorgana….
Fana….
Terbatas….