Hy, kali ini aku akan bercerita
tentang sebuah perasaan. Perasaan yang selalu menghantuiku hampir setiap saat. Perasaan
ini aku rasakan sebagai momok. Aku takut kawan, aku takut.
Aku heran kenapa perasaan ini
selalu datang menghampiriku? Anda tahu jawabannya kawan? Tolong beritahukan
padaku. Beritahukan padaku arti dari ini. Belalakanlah mataku yang enggan untuk
terbuka. Selalu ingin membuta. Sebuah perasaan yang datang setiap kali dia datang.
Rasa takut dan khawatir. Dia datang dan pergi sesuka hatinya. Dia selalu
melakukan itu padaku, sering. Aku tidak tahu kenapa aku selalu bersedia ada
untuk dia. Aku tidak tahu apakah aku hanya dijadikannya sebagai tempat berteduh,
sementara. Aku tidak tahu apa yang ada dalam fikirannya. Tapi kawan, aku tahu
sebuah hal. Aku tahu jika ada dia yang sangat bersedia mati untuknya. Aku tahu
pengorbanan dan penantiannya. Aku tahu perasaannya itu. Aku tahu. Dia amat
sangat menyayanginya. Lebih dari aku. Lebih dari yang aku miliki. Yaa, perasaan
tidak egois kan kawan? Perasaan memiliki telepati. Perasaan bisa memilah. Dan otak?
Otak harus digunakan secara jernih untuk bisa menafsirkan perasaan kita. Jadi….
Hey, ini bukan mengalah ataupun melepaskan. Ini hanya sebuah penghormatan
kepada sebuah parasaan dan penantian. Bukan dalam arti kita meninggalkannya kan
kawan, bukan kan? Emh, jadi sikap seperti apakah yang harus kita ambil? Ya kita
harus bersikap sama. Sama seperti kala kita belum mengetahui tentang perasaan
dan penantian itu. Buatlah semua biasa
saja. Buatlah semua menjadi tidak berubah, away. Not away. One step closer. Tetaplah
dan berusahalah untuk selalu ada untuknya. Untuknya meskipun…. Berusahalah untuk
menjadi jantung bagi dia. Dia yang kita sayangi. Jantung yang selalu berdetak,
yang selalu memberikan kehidupan meakipun tak terlihat. Tidak kasat mata. Bukan
keberpihakkan yang diinginkan. Hanya pengertian dan pemahaman, itu sudahlah
cukup. Pemahaman itu lebih berharga dari keberpihakkan.