Kamis, 12 Desember 2013

'kami' berbarengan.

Terkadang, diabaikan menjadi sesuatu yang sangat menyakitkan.
Terkadang, diabaikan menjadi sesuatu yang sangat menguatkan.
Terkadang, pengabaian itu dibutuhkan. Ketika kita mulai melampaui batasan norma yang seharusnya memang sampai pada tempat itu.
Suatu keadaan, dimana kau merasa jatuh ke dalam lubang yang seharusnya kau tak terperosok kedalamnya.
Sebuah lubang yang setan ciptakan.
Sebuah lubang yang bersifat kebahagiaan semu.
Sebuah lubang yang salah, yang ku beri nama itu "cinta".

'Aku' telah jatuh cinta.
Jatuh cinta diam-diam.
Secara diam-diam, 'Aku' mulai mengaguminya.
Secara diam-diam, 'Aku' mulai mengharapkannya.
Secara diam-diam, 'Aku' mulai menantikannya.
Setiap hari, setiap malam.
Kini, 'Aku' mulai melakukan hal itu. Menunggu kabar yang dikirimkannya.
"Settttttttttt...." Tunggu!
Teman, tahukah kau bahwa kini 'Aku' sudah mulai lancang?
Tahukah kau, bahwa 'Aku' telah melampaui batas kewajaran?
Tahukah kau, bahwa secara diam-diam, 'Aku' telah menyakiti seorang di luar 'kami'.
"Hahahaa!" Dengarkah kau teman, kini setan mulai menertawakanku.
Menertawakan perasaanku.
Dia menertawakan 'kami'.
Dia tertawa bangga, karena 'kami' telah menjadi lakon dalam skenarionya.
Lakon yang telah berhasil menjadikan seorang di luar 'kami' memerih.
Tersayat menyakitkan.

Teman, 'Aku' tak menginginkan hal itu berlarut.
'Aku' mengabaikannya, kini. Mencoba tegar, mengabaikannya.
Begitu-pun dengan 'Kau', 'Kau' menepati janjimu.
'Kau'-pun mulai mengabaikanku.
Kini 'kami' berbarengan melakukan hal itu.
Melakukan pengabaian.

Kamis, 28 November 2013

Jam Pasir.

Ada satu jawaban. Satu kenyataan yang baru ku ketahui apa makna sebenarnya dari perasaan itu. Dini hari tadi, ada seorang yang mendelikku. Dia mencekik leherku dengan pertanyaan yang mematikan.
Jika Windy Ariestanty mengatakan, "Berhati-hatilah dengan pertanyaan. Jawaban yang didapat tak selamanya menyenangkanmu."
Dan aku mengatakan "Berhati-hatilah dengan pertanyaan. Jawaban yang diberikan tak selamanya menenangkanmu."
Satu kenyataan pabila perasaan ini mengatakan ‘iya’. Sebuah jawaban yang baru ku ketahui saat aku merasa takut kehilanganmu, 'teman’.

~ "Diapedesis itu sama kaya jam pasir. Pelan-pelan keluar, lama-lama bakalan numpuk di bawah. Keluar semua, ninggalin tempatnya yang lama. Sama kaya kamu, Mes.” ~

Minggu, 18 Agustus 2013

"Lagi...."

Hay, apa kabar?
Bagaimana kehidupanmu selama ini?
Aku penasaran. Bahkan sangat penasaran dengan perkembanganmu.
Aku rasa waktu sangatlah cepat. Emh, bukan jarum jam yang aku maksudkan berputar terlalu cepat selama ini, bukan.
Semuanya terlalu cepat berakhir. Iya, berakhir.
Sebuah random mempertemukan kita.
Dekat....
Akrab....
Berbagi....
Menjauh....
Menghilang....
Dan.... Kembali "lagi".
Tapi keadaan sudah berubah.
Kamu tahu, setiap detik itu penuh dengan berbagai peristwa, penuh dengan berbagai kisah? Begitupun dengan kita.
Hehhhhhhhh.... *sigh*
Aku lelah. Nuraniku mengatakan "Aku tak sanggup lagi menampung kebohonganmu. All your reason, is a lying".
Kenapa aku bilang begitu? Karena aku memperhatikanmu, memastikan akan hal itu. And I got it.

Sabtu, 22 Juni 2013

Late Woke Up.

Aku. Kali ini mataku bengkak. Sebagian ruas pipiku basah. Banyak tisu berbaring di atas tempat tidur. Ada yang mengganggu pikiranku. Ada yang meruntuhkan perasaanku. Hatiku rontok. Brekkk!
Aku baru saja menonton sebuah film Korea yang berjudul Daisy. Dadaku merasa sesak menyaksikan film itu. Pipiku terpenuhi dengan peluh air mata. Kedua lubang hidung ini tak lagi selonggar cerobong asap yang bisa menerima udara dari luar. Tenggorokanku terasa kering, sangat kering karena tak ditemukan oasis di tengah gurun pasir.
Film itu mengajarkan tentang penantian, kepekaan, ketulusan, cinta, dan kegigigan. Sebuah penantian lama yang berujung pada kematian. Kematian yang abadi. Sebuah cinta yang lama tak terungkap. Sebuah cinta yang hanya bisa diungkapkan dengan cara mengagumi, menjaga dan berusaha untuk selalu membahagiakannya.
Sebuah cinta yang seketika lenyap begitu singgah seorang asing yang menampakkan wujud nyatamu selama ini. Menyamar, dia menyamarkan kepribadianmu. Dia berhasil merenggut penantiannya darimu. Dirinya yang selama ini selalu kau usahakan untuknya tersenyum, terjaga dan tetap menanti kehadiranmu. Kini, dia bersama orang lain. Orang yang menyamarkan kepribadianmu secara kebetulan.
Kebetulan yang berujung pada kesengajaan, kebohongan. Namun takdir menjawab. Takdir berbicara. Semua terungkap, kebenaran itu telah muncul. Dan kamu, iya kamu! Kamu baru saja tersadar, terbangun dari tidur nyenyakmu. Kini matamu membelalak begitu mengetahui kenyataan itu. Kenyataan bahwa dia, ddialah yang sebenarnya mencintaimu.
Dialah kenyataan itu. Dia yang ternyata selama ini datang, bersamamu, mendampingimu, berusaha untuk selalu ada. Dia hadir dalam hidupmu. Dia hadir dengan begitu nyata dihadapanmu. Namun kamu tidak mengetahuinya. Kamu masih terbelenggu dalam fatamorgana masa lalu yang menyamarkan kepribadiaannya.

Hey, sadar! Orang yang benar-benar menyayangimu itu ada di sampingmu, dihadapanmu. Dia ada untukmu. Dia yang selalu berusaha untuk menarik bibirmu, menungging ke atas. Tersenyum, terdampingi dan terperhatikan. Terperhatikan tanpa engkau menyadarinya. Dia di belakangmu, menamengimu demi sebersit jinjitan senyum licikmu itu, lepas.

Kamis, 06 Juni 2013

SIGH

Aku enggak tahu. Aku enggak paham. Tentang ini. Perasaan ini. Kenapa, mengapa, aku harus merasakannya. Selalu memikirkan kamu. Selalu mengkhawatirkan kamu. Selalu merasa bahwa “Kita” akan selalu baik-baik saja. Aku berontak. Aku melarikan diri dari itu semua. Aku berusaha untuk membuat semuanya terasa biasa saja. Biasa saja, seperti halnya aku dengan yang lain. Dan sialnya, aku enggak bisa. Berat. Berat buat aku untuk begitu saja menghilangkan ingatanku tentang kamu di otak aku. Aku heran. Hehhhhh. Mungkin Tuhan memang sudah mensetting semua itu. Tuhan telah memberikan bagian khusus di otak aku untuk ditempati olehmu. Aku berusaha untuk bersikap selayaknya normal lainnya. Aku tidak mau terburu untuk menyimpulkannya. Aku hanya tidak mau jika kesimpulanku mengklimakskan hal yang tidak seharusnya. Jawaban yang akan mematikan orang di sekitarku. Baik. Hubungan yang baik. Dulu, itu dulu. Sekarang, perlahan menjauh, berjarak.  When you’re needing your space. I’ll be here patiently waiting. Aku menunggu kamu. Menunggu kamu yang kembali padanya. Menunggu kamu yang berbahagia dengannya. Menunggu kamu  untuk waktu yang tidak aku ketahui sampai kapan. Menunggu kamu, hingga kamu tersadar tanpa mendapat kode dari siapapun. Sendiri. Kesadaran itu. Aku akan menunggunya. Aku senang jika kamu bahagia dengan dia. Aku berbahagia kamu tidak lagi menangis dan megadukannya padaku. Keluhan, air mata, isak tangis itu tak lagi ada. Semua berubah, menjelma menjadi suatu kebahagiaan. Untukmu. Untukku juga. Bahagia untukku karena aku pernah mengenalmu. Bukan. Bukan pernah, karena kita tidak akan berlalu. Aku senang telah mengenal kamu. Selamat berbahagia dengannya. Jangan sampai kamu mendatangiku. Kembali hadir dengan membawa sebuah keperihan. Aku tidak menginginkan hal itu terjadi. Berbahagialahk dengannya. Berbahagialah. Aku menginginkan kamu hilang ingatan. Hilang ingatan tentang kita. Aku ingin kamu tidak mengenal kesamaran, kegelapan, kepedihan yang pernah kamu  letupkan dari bibirmu itu. Dari jemarimu yang menari dengan lenggangnya. Berbahagialah. Karena akupun akan begitu. Tetaplah menatap ke depan. Aku, disini. Di belakangmu. 

Jumat, 17 Mei 2013

Pemahaman, bukan keberpihakkan.


Hy, kali ini aku akan bercerita tentang sebuah perasaan. Perasaan yang selalu menghantuiku hampir setiap saat. Perasaan ini aku rasakan sebagai momok. Aku takut kawan, aku takut.
Aku heran kenapa perasaan ini selalu datang menghampiriku? Anda tahu jawabannya kawan? Tolong beritahukan padaku. Beritahukan padaku arti dari ini. Belalakanlah mataku yang enggan untuk terbuka. Selalu ingin membuta. Sebuah perasaan yang datang setiap kali dia datang. Rasa takut dan khawatir. Dia datang dan pergi sesuka hatinya. Dia selalu melakukan itu padaku, sering. Aku tidak tahu kenapa aku selalu bersedia ada untuk dia. Aku tidak tahu apakah aku hanya dijadikannya sebagai tempat berteduh, sementara. Aku tidak tahu apa yang ada dalam fikirannya. Tapi kawan, aku tahu sebuah hal. Aku tahu jika ada dia yang sangat bersedia mati untuknya. Aku tahu pengorbanan dan penantiannya. Aku tahu perasaannya itu. Aku tahu. Dia amat sangat menyayanginya. Lebih dari aku. Lebih dari yang aku miliki. Yaa, perasaan tidak egois kan kawan? Perasaan memiliki telepati. Perasaan bisa memilah. Dan otak? Otak harus digunakan secara jernih untuk bisa menafsirkan perasaan kita. Jadi…. Hey, ini bukan mengalah ataupun melepaskan. Ini hanya sebuah penghormatan kepada sebuah parasaan dan penantian. Bukan dalam arti kita meninggalkannya kan kawan, bukan kan? Emh, jadi sikap seperti apakah yang harus kita ambil? Ya kita harus bersikap sama. Sama seperti kala kita belum mengetahui tentang perasaan dan penantian itu.  Buatlah semua biasa saja. Buatlah semua menjadi tidak berubah, away. Not away. One step closer. Tetaplah dan berusahalah untuk selalu ada untuknya. Untuknya meskipun…. Berusahalah untuk menjadi jantung bagi dia. Dia yang kita sayangi. Jantung yang selalu berdetak, yang selalu memberikan kehidupan meakipun tak terlihat. Tidak kasat mata. Bukan keberpihakkan yang diinginkan. Hanya pengertian dan pemahaman, itu sudahlah cukup. Pemahaman itu lebih berharga dari keberpihakkan.
Terimakasih karena telah menyimak.

Sabtu, 11 Mei 2013

Jullie Hermes Merkurius


Seandainya. Ketika. Nyata
Seandainya Holland Greece
Ketika Holland Greece
Nyata Holland Greece
Seandainya.. Ketika itu menjadi Nyata, Holland Greece
Hehhh.. Aku hanya bisa menghembus nafas
Hembus nafas kedengkian
Hembus nafas kebencian
Berasap..
Meradang..

Tuhan, inikah kehendak-Mu….?
Menelusuri labirin ini
Labirin yang tak berujung
Aku berputar tak tentu dalam ketidakpastian
Hanya memutari lorong yang sama untuk beribu kali
Kosong. Terlambat
Aku tertinggal..
Terlambat memapas kebetulan..
Jullie Hermes Merkurius
Meradang..

Kamis, 09 Mei 2013

“Ssssssssssssss”


Dear Diary….
Kali ini aku ingin berbagi tentang kisahku
Kali ini, hanya padamu
Hanya padamu aku menyatakannya

Diary, Kali ini Dia kembali
Kembali dari persembunyian sengitnya
Kembali menampakkan hembusan uap nafasnya
Kali ini Dia kembali, Dia kembali….
Kembali bersama dengan binarnya sinar purnama di mega
Berteduh dibawah sinarnya, purnama
Terlihat samar rintik titik berjatuhan di bawah sinar itu
Rintik titik
Dia kembali
Kembali bersama kisahnya….


Dear Diary….
Aku, aku bungah
Aku girang, begitu girang
Mengetahui ternyata kematiannya itu palsu
Dia tidak mati Diary, tidak!
Dia kembali memperlihatkan uap nafasnya padaku
Berhembus….
“Ssssssssssssss”

Selasa, 07 Mei 2013

WHO?


Diam mu
Bungkam mu
Sejinjit tarikan bibir
Sebersit senyum sinis
Sepintas tajam sorot mata
Sesempurna perjaman mata
Night

Ketika Purnama merindukan Hujan


Ketika sebuah penantian
Ketika sebuah usaha
Ketika sebuah perjuangan
Perjuangan dan pencarian
Pengorbanan dan kerja keras
Demi pencapaian

Ketidakpastian….
Hanya “ketidakpastian” yang merespon akan semua hal itu
Apa yang akan Anda lakukan?
Menunggu….?
Menantinya….?
Sampai kapan….?

Ada batas waktu untuk menghirup udara
Semua hal memiliki keterbatasan
Terbatas….
Ketika sang Purnama merindukan Hujan
Ketika menginginkan mereka menyatu
Fatamorgana….
Fana….
Terbatas….

Senin, 29 April 2013

“Hey, pecundang!"


Hy, saya terpesona pada sesosok Penjaga malam, Penguntit senja, Pengukir malapetaka, Pecinta kamae-furiko. Pada sorot mata dan bentuk rahang yang dimilikinya. Sorot mata yang membuat saya tak henti untuk selalu meniliknya. Terpesona dengan segala watak dan sifatnya, sejuta masalah yang dia alami, segala keburukan yang sebenarnya saya sangat membenci hal itu.
Tapi entah, saya bisa menyukai segala keburukan itu. Mungkin itu yang ada dalam pikiran  saya saat ini “saya menyukai” dan berharap kata itupun yang akan tetap ada dalam ingatan saya ketika saya melihat secara langsung keburukan itu.
Pada kenyataannya saya hanya bisa mengungkapkannya dengan cara bungkam. Ingin sekali untuk berceloteh, namun malaikat pada sisi kanan seraya menyegel lisan saya untuk menyerukan hal itu. Yaa, saya pikir malaikat itu mengambil tindakan yang benar.
Pada akhirnya pengambilan sikap yang dilakukan oleh malaikat itu benar adanya. Meskipun banyak yang menyatakan bahwa “Berani Jujur Itu Hebat!” namun saya berbeda. Saya memang pecundang! Hanya seorang penguntit, hanya seorang penikmat suasana. Hanya ingin membuat keadaan yang sedemikian rupa sebisa mungkin membaik.
Membaik entah dengan kebohongan apa. Kebohongan yang membuatnya merasa lebih baik. Kebohongan yang menggerogoti perasaan diri sendiri. Berjuta katapun telah terucap. Pada kenyataannya kebohongan adalah kebohongan. Entah untuk apapun itu dimaksudkan, kebohongan tetaplah kebohongan!
Kebohongan dari seorang yang ingin menjadi “ada” meskipun tidak terlihat. Kasat mata, bahkan dianggap tak berperan apapun. Namun sebenarnya itu “ada”. Katakanlah “Hey, pecundang!”.

Minggu, 28 April 2013

Kamu..


Kamu kali ini bukanlah nama seseorang. Kamu kali ini adalah seseorang.
Kamu kali inilah yang membuat aku takut. Kamu membuat aku semakin takut, takut.
Kamu, aku takut..
Aku menakutimu. Menakuti tanpa Kamu menakut-nakutiku.
Kamu, kali ini dengan senang hati aku merelakanmu untuk terkena “alzheimer”.
Merelakan dengan penuh kesadaran diri.
Merelakan karena aku ingin Kamu tak lagi mengingatku.
Tak lagi mengenalku..
Tidak lagi..

Kamu, coretan tangan yang tersurat itu kini telah membelalakkan mataku.
Membangunkan dan mengoyakkan jiwa serta ragaku.
Kamu, terimakasih..
Terimakasih karena kini aku telah terbangun.
Terbangun dari fatamorgana yang sempat menjadi mimpi besarku, dulu..

Kamu adalah Kamu.
Seseorang yang selalu memberikan taste yang berbeda. Berbeda dalam sebuah persamaan. Kamu, aku pamit. Aku pamit..
Aku pamit dengan menitipkan sebuah rasa. Hanya sebuah rasa yang aku miliki.
Kamu, pintaku. Ini pintaku. Jaga dia. Jaga dia sebaik kuasamu.
Dia yang mungkin suatu saat nanti akan aku jemput kembali.
Ku jemput untuk menjadi milikku kembali, Kamu.
Kembali.. 

Sabtu, 27 April 2013

Selalu seperti “INI”kah rasanya?


Seperti ini..
Aku mengalaminya, empat tahun yang lalu
Seperti ini..
Aku merasakannya, empat tahun yang lalu
Seperti ini..
Seperti di kala seekor serigala yang merindukan purnama
Seperti ini..
Seperti saat hujan dengan usahanya menciptakan pelangi
Seperti ini..
Seperti saat menantikan keelokan jingganya mega
Seperti ini..
Saat sebuah rasa, sebuah perasaan tak lagi menjadi biasa
Saat sebuah perasaan selalu dirundung rasa yang tak pasti
Rasa yang bahkan terlalu rumit untuk dirasa
Rasa yang entah berhulu
Rasa yang entah kemana akan bermuara
Rasa yang sangat, sangat lapuk untuk kembali aku rasa
Rasa yang tak pernah dilirik sebelumnya
Rasa yang telah, yang pernah membuatku terjerembab
Terpuruk, terasingkan, dulu. Dulu..

Rasa yang kembali menyeruak dari balik bongkahan hati yang telah membatu
Rasa yang kembali aku rasakan, saat ini..
Rasa yang aku rasakah indah pada akhirnya, anggapku..
Anggapku akan berakhir indah..

Aku..
Aku jatuh cinta

Jumat, 26 April 2013

KITA!




Aku..
Aku memang tidak mempunyai apa-apa
Aku terlahir di dunia ini tanpa membawa apa-apa
Semua..
Semua bukanlah menjadi kepemilikanku
Aku..
Aku tak seperti Kamu. Tidak seperti Kamu
Kamu, Kamu yang jenius. Kamu yang pintar. Kamu yang pandai berimajinasi
Kamu yang pantang menyerah. Kamu yang bisa menciptakan apapun. Kamu yang hanya takut pada sesuatu yang bisa mengapungkanmu
Kamu yang selalu mendapatkan apa yang kamu inginkan. Kamu yang selalu membuat orang “iri”. Kamu yang selalu bisa melakukan segala yang kamu mau
Segalanya, tanpa batas
Semua bisa dengan mudah ada dalam cengkeramanmu
Yaa, Kamu punya segalanya
Bahkan aku berfikir, Kamu lah pemilik “segalanya” setelah Tuhan. Tapi..
Tapi ternyata aku salah.
Salah besar jika aku berfikir kalau Kamu memiliki “segalanya”.
Kenapa?
Kenapa aku bisa dengan lancang mengatakan hal ini? Kenapa aku sampai membelalakkan mulutku untuk mencemoohmu?
Kamu tahu?
Apakah Kamu bisa berfikir dan bisa menjawab pertanyaanku?
Yaa, jawablah!
Pikirkanlah sejenak, pikirkanlah sebelum Kamu meneruskan dan menyia-nyiakan waktumu untuk membaca rangkaian kata kebencian ini. Pikirkan..

Apakah Kamu mendapatkan jawaban itu? Apakah apa yang Kamu pikirkan itu adalah sebuah jawaban yang sepadan dengan milikku?
Ok, teruskanlah menyimak.
Teruslah menyimak rangkaian kata kebencian ini.
Satu, satu hal yang Kamu tidak punya. Satu hal..
Satu hal yang sangat berharga yang sama sekali tidak berfungsi
Satu yang tidak pernah Kamu gunakan. Digunakan sebagaimana fungsinya


Ini jawaban dariku..
“HATI”
Kamu tidak memiliki satu yang aku miliki ini
Apakah Kamu mempunyainya?
Apakah jika Kamu mempunyainya, Kamu menggunakannya dengan baik?
Kamu menggunakan itu?
Atau bahkan Kamu hanya mendiamkannya?
Mendiamkannya. Hanya mendiamkannya..
Mendiamkannya hingga membusuk!
Membusuk..
Membusuk hingga merenggut nyawamu?
Hahaaa.. Pikirkanlah sekali lagi!

Apakah selama ini Kamu mempunyai itu?
Memiliki itu “Untukku”?
“Untukku”. Iyaa untukku..
Apakah di sana, di dalam sana ada sedikit celah?
Maaf..
Maafkan aku..
Maafkan aku karena aku terlalu memaksamu hingga Kau mengernyitkan kening lebarmu itu.
Maafkan..
Maafkan karena aku hanyalah seorang yang egois
Seorang gila yang tak sadar akan betapa rendah dirinya
Betapa rendah dia sehingga sebegitu lancangnya untuk mencoba menjamahmu
Mencoba menjamah sebuah “hati”
Sebuah yang tak pernah tersentuh oleh seorangpun
Maaf, karena aku terlalu lancang
Maaf..
Ini adalah ungkapan maafku yang terakhir
Karena dengan senang hati dan penuh kesadaran diri, aku..
Aku memutuskan untuk masuk ke dalam recycle bin
Aku akan lenyap..
Bahkan ketika Kamu mencoba untuk mendapatkannya kembali
Mencoba untuk me-restore
Mencoba untuk menemukanku
File itu tak akan Kamu dapatkan
Hingga celah itu muncul
Muncul dan membentuk sebuah rongga
Terimakasih.

*Please play “Sandhy Sondoro – End Of The Rainbow” ketika Kamu membacanya. Ulangilah dari awal bila Kamu ingin menemukanku. Tempatku. Kembali.